Greenleaf School of Entrepreneur
Memotivasi Siswa Jadi Pengusaha Muslim
''Kalau selesai pelatihan peserta tidak mempunyai usaha, maka ini artinya rapor merah bagi kami,'' ujar Sahmullah Rivki, Direktur Greenleaf School of Entrepreneur, saat ditanya tolah ukur keberhasilan siswa. Banyak yang beranggapan, menjadi wira usaha tidak perlu sekolah. Namun, Greenleaf menyodorkan pendapat yang berbeda.
Menurut Sahmullah, tidak semua orang diberi anugerah talenta dalam berbisnis. Greenleaf menawarkan motivasi untuk memulai berbisnis. Motivasi itu tidak berasal dari aneka teori atau buku-buku teks seperti lazimnya pendidikan formal. ''Kita mengajak sharing dengan para mentor kami,'' ujarnya.
Mentor mereka adalah pengusaha muslim yang sukses dan memiliki kepedulian tinggi terhadap perekonomian umat. ''Istilah kami, pebisnis yang ustadz dan ustadz yang pebisnis,'' tambah dia.
Staf pengajar atau mentor Green leaf berasal dari beragam latar belakang. Namun, mereka sama-sama pebisnis yang merintis usaha dari awal. Di antara para mentor itu adalah Dra Jackie Ambadar (pemilik/dirut Le Monde dan Surindo), Riyanto Sofyan Bsc Msc (pemilik Hotel Sofyan Group), Drs Ferista "Pepeng" Soebardi SE (pemilik/dirut Jari Jari Com), Ir Adiwarman Karim SE MBA MA Ep (pemilik/dirut Karim Business Consulting), Anwar Hadi SE Ak (Pendiri MQ Corp / Pemilik SUN Indonesia), dan Drs Guntur Subagja (pemilik/dirut Majalah Modal).
Belajar model diskusi
Metode belajar yang dikembangkan di Greenleaf adalah diskusi dan sharing. Para mentor tidak memposisikan dirinya sebagai orang yang serba tahu mengenai dunia bisnis, namun teman diskusi dan curhat bisnis.
Setengah jam pertama pertemuan, mentor akan mengevaluasi siapa saja yang sudah berbisnis dan siapa yang belum. Kemudian, mereka diminta mempresentasikan apa hambatan dan kesulitannya. ''Masing-masing siswa bisa menjadi jalan keluar bagi yang lain,'' ujarnya.
Jam-jam selanjutnya adalah pemberian materi oleh mentor. Materi yang disampaikan adalah materi yang telah disepakati sebelumnya. Peserta didik juga berhak mengingatkan mentor jika sang mentor melenceng dari tema yang disepakati.
Pertemuan belajar tidak dilakukan setiap hari. Dengan biaya tidak sampai Rp 1 juta, siswa berhak mengikuti pertemuan sepekan sekali selama 12 kali pertemuan, masing-masing selama 3 jam. Hari belajar dipilih siswa, yaitu pada Jumat malam, Sabtu, Ahad, dan Rabu malam.
Selain belajar dalam kelas, siswa juga berhak mengikuti business visit ke pabrik atau perusahaan para mentor. Selain itu, menjelang akhir masa belajar, siswa akan melakukan praktik di lapangan. Dalam mata pelajaran ini, siswa akan diterjunkan langsung di keramaian selama satu jam untuk berusaha. ''Misalnya, kita datang ke Senayan, dan siswa diminta menghasilkan rupiah hanya dalam waktu satu jam dengan modal dengkul,'' kata Sahmullah.
Tujuannya kegiatan ini adalah untuk membuka mental block siswa. Intinya, kata Sahmullah, jika ada kemauan yang kuat pasti Allah akan membukakan jalan. Dalam kegiatan ini siswa juga belajar tentang pentingnya partnership dan teamwork yang solid. Di akhir masa belajar, siswa juga bisa mengikuti program magang. Mereka yang mendaftar untuk mengikuti program ini akan dicarikan tempat magang di perusahaan milik para mentor Greenleaf atau pengusaha lainnya yang telah masuk dalam jaringan Greenleaf.
Bagi siswa dan alumni Greenleaf, mereka berhak menjadi anggota Ikatan Alumni GreenLeaf (GreenLeaf Club) dan mendapatkan kartu GreenLeaf Club yang berfungsi sebagai kartu diskon dalam transaksi dengan sesama alumni dan merchant lainnya seperti hotel, restauran, media cetak, klinik, dan lain-lainnya. Mereka juga berhak mengikuti kelas reguler GreenLeaf School of Entrepreneur kapan saja dan dimana saja.
Selain berhak mengikuti evaluasi bulanan, studi kasus, penawaran bisnis dalam business gathering yang diadakan oleh GreenLeaf Club setiap bulan, mereka juga berhak mengikuti kegiatan post program mentoring setiap dua pekan sekali yang dibagi berdasarkan wilayah tempat tinggal. ''Dengan begitu, alumni tidak lepas begitu saja dan perkembangan bisnisnya terus terpantau,'' tambah Suwandi, manager marketing Greenleaf.
Peduli perekonomian umat
Ide pendirian Greenleaf bermula saat beberapa aktivis masjid di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, mengadakan pelatihan entrepreneurship untuk para remaja masjid se-Jakarta Selatan di Masjid Palapa, Pasar Minggu. Mereka, Sahmullah Rivki, Megia Utari, Muthiawati, Panca Wardaningsih, Manto Wiratmoko, dan Ujang Isa Ansori, kemudian mengagas untuk mendirikan GSE, mengingat animo masyarakat yang sangat besqr pada program ini.
Visi GSE adalah mencetak pengusaha-pengusaha muslim yang sukses, jujur dan peduli terhadap problematika umat. Sekolah ini menerapkan subsidi silang. Sebagian biaya pendaftaran siswa, misalnya, dipotong langsung dan disalurkan untuk pengembangan ekonomi dan sekolah wira usaha untuk dhuafa.
Dalam satu kelas dengan 20 sampai 30 siswa, lima orang merupakan dhuafa yang tidak dipungut biaya pendidikan. ''Tujuan kami menciptakan sebanyak mungkin pengusaha bervisi akhirat,'' ujar Sahmullah. Sejak berdirinya tahun 2003, lembaga ini sudah meluluskan 12 angkatan dengan alumni sejumlah 1.000 orang lebih di berbagai kota di Indonesia.
Saat ini, GSE sudah hadir di enam kota, yaitu Jakarta, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Malang, dan Batam. Di Jakarta, mereka mengontrak sebuah ruangan di Graha Mustika Ratu lantai dasar, jl Jend Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Menurut rencana, sampai akhir 2006 mereka akan membuka 10 cabang baru di berbagai daerah.
Mitos Memulai Usaha ala Greenleaf
1. Diperlukan gelar dan pendidikan tinggi untuk memulai bisnis Faktanya: banyak pengusaha kaya yang bukan sarjana bahkan hanya lulusan SMU, SMP bahkan SD dan ternyata orang berpendidikan tinggi lebih takut memulai bisnis dari pada orang yang berpendidikan rendah.
2. Diperlukan uang yang banyak untuk memulai bisnis Faktanya: banyak pengusaha kaya yang memulai bisnisnya dari nol (tidak memiliki uang sama sekali) bahkan dengan modal minus (berhutang).
3.Takut rugi Faktanya: bukan cuma pengusaha yang mengalami kerugian, Tanpa sadar pegawai pun telah mengalami keerugian yang cukup banyak. Rugi waktu, uang, tenaga, dan kesempatan untuk belajar.
4. Diperlukan keahlian berbicara untuk memulai bisnis Faktanya: banyak pengusaha yang sukses meskipun mereka tidak pandai berbicara, tetapi mereka pandai menjual. ( tri )
Rabu, 12 September 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Web Design Company & Website Design - SK Technologies is an offshore Web Development Company offering web design, ecommerce web development solutions from India.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar